EDUCATION


Kloning Manusia

Selasa, 4 Desember 2001Kontroversi Kloning Manusia PENGUMUMAN perusahaan bioteknologi Advanced Cell Technology (ACT) Inc dari Worcester, Massachusetts, tentang keberhasilannya melakukan kloning terapeutik, menyulut kembali pro-kontra kloning pada manusia. Meski yang dilakukan bukan kloning reproduksi, yaitu membuat manusia tiruan dari orangtua, melainkan kloning terapeutik yang menghentikan proses pada tahap embrio untuk diambil sel stem alias sel tunas untuk mengganti jaringan organ tubuh yang sakit, tindakan itu tetap mendapat tantangan, bahkan oleh Presiden Amerika Serikat George W Bush.
Namun, tidak semua menentang. Anggota House of Representative AS terbelah. Sebagian berpendapat, kloning terapeutik merupakan hal buruk. Menggu-nakan embrio hasil kloning untuk membantu orang sakit sama juga membunuh manusia untuk mendapat organ tubuhnya. Sebaliknya yang pro berpendapat, tidak selayaknya membiarkan jutaan orang menderita sakit dan meninggal karena menganggap sekelompok sel lebih penting. Menurut mereka, memanfaatkan embrio dalam tahap awal perkembangan tidak sama dengan membunuh manusia.
***
SEL stem menurut situs National Institutes of Health AS merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk membelah dalam jangka waktu tak terba-tas dan mampu membentuk sel apa pun. Saat sel telur bertemu dengan sperma akan terbentuk sel tunggal yang mempunyai kemampuan membentuk seluruh organ. Sel yang telah dibuahi itu disebut totipotent atau mempunyai potensi total. Jika diletakkan dalam rahim mampu berkembang menjadi janin.
Setelah mengalami pembelahan sel beberapa kali, sel totipotent menjadi blastosit berupa sekelompok sel dalam rongga yang dikelilingi sel selubung. Sel selubung akan berkembang menjadi plasenta dan jaringan yang mendukung perkembangan janin, sedangkan sel bagian dalam berkembang menjadi pelbagai organ tubuh. Sel ini disebut pluripotent.
Sel stem atau sel tunas ini yang menjadi obyek penelitian ACT. Bedanya, ACT membuat sel tunas dengan mengganti inti sel telur donor dengan inti sel kulit. Sel telur yang sudah diganti intinya kemudian dirangsang untuk membelah sampai tahap blastosit dan diekstraksi sel tunasnya untuk mengembangkan jaringan organ tubuh.
Teknik ini, menurut Wakil Presiden ACT Dr Robert Lanza, dapat digunakan untuk pengobatan pelbagai penyakit yang mengancam kehidupan, seperti diabetes, stroke, kanker, AIDS serta penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson dan Alzheimer, dengan mengarahkan perkembangan sel tunas menjadi sel tertentu untuk menggantikan jaringan tubuh yang terserang penyakit.
***
DIREKTUR Lembaga Biologi Molekular Eijkman Prof dr Sangkot Marzuki PhD DSc menyatakan, sel tunas juga bisa diperoleh dari sumsum tulang maupun sel darah tepi yang bisa membentuk pelbagai jenis darah, baik darah merah, darah putih maupun keping darah. Biasanya digunakan untuk terapi kanker darah (leukemia). Sel tunas ini disebut multipotent.
Namun, dalam teknologi rekayasa jaringan, orang mau sel pluripotent, yaitu yang berasal dari embrio (embryonic stem cell). Walau mampu membentuk pelbagai jenis sel, sel multipotent hanya mampu membentuk sel tertentu. Sel tunas darah membentuk pelbagai sel darah, sel tunas kulit membentuk pelbagai jenis sel kulit dan sebagainya.
Teknik kloning atau transfer inti sel digunakan untuk mencegah respons imun dari tubuh penerima. Karena itu, dibuat embrio menggunakan inti sel dari orang yang akan mendapat transplantasi sel tunas, sehingga pasti sesuai dan tidak mengalami penolakan oleh tubuh.
Pemerintah AS sampai kini belum memperbolehkan penggunaan uang rakyat (public fund) untuk penelitian sel tunas, sedangkan Pemerintah Austra-lia baru saja mengizinkan. Sebaliknya, Pemerintah Singapura memfasilitasi penelitian ini sejak tiga tahun lalu, sehingga banyak hak paten sel tunas yang telah mereka miliki. Di masa depan, teknologi ini akan menjadi industri besar di bidang kesehatan.
Para penentang menilai tindakan itu mengorbankan calon manusia untuk kepentingan manusia lain. Di sisi lain karena manfaat untuk umat manusia sedemikian besar, sebagian besar orang bisa menerima, termasuk Sangkot. "Embrio tidak dibunuh, tetapi digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat," ujarnya.
Hal senada dikemukakan Ke-tua Yayasan Paramadina Dr Komaruddin Hidayat. Penggunaan sel telur yang diganti inti selnya untuk keperluan terapi tidak ada masalah sepanjang niatnya baik dan bermanfaat bagi umat manusia. Selain itu ada keikhlasan dari para pemilik sel.
"Yang penting niat dan prosedur. Dalam pandangan agama tindakan manusia tidak boleh merusak akal, keturunan, masyarakat, dan keimanan. Kalau hal itu tidak membuat orang kehilangan akal, tidak melahirkan manusia yang jahat, tidak mengganggu kesejahteraan masyarakat dan tidak merusak kepercayaan pada Tuhan, tidak ada masalah. Islam menghargai inovasi selama tidak merusak keempat hal itu," ujar Komaruddin.
Sementara itu, Prof Dr K Bertens dari Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta menyatakan, kalangan agama keberatan dengan metode pembuatan sel tunas karena menggunakan kehidupan manusia baru, walau masih sangat dasar. "Kalau ada metode lain untuk memperoleh sel tunas, biar pun lebih mahal dan lebih sulit, harus dikembangkan dulu. Sel embrional berbeda dengan sel lain. Sel itu akan berkembang menjadi manusia, tidak pantas untuk dikorbankan meski untuk menolong orang lain. Kehidupan manusia harus dihormati," papar Bertens.
***
AKAN halnya percobaan kloning manusia sebagaimana yang dilakukan Dr Zeverino Antinori, pakar fertilitas dari Italia, dengan dalih membantu pasangan tidak subur untuk mendapatkan keturunan, bagi ilmuwan seperti Sangkot hal itu masuk dalam wilayah kelabu. Kalau digunakan untuk menolong pasangan tidak subur, misalnya suami tidak memiliki sperma tetapi menginginkan anak dengan sumber genetik sendiri, hal itu masih bisa diterima. Yang dihasilkan adalah manusia kembar identik, tetapi beda generasi.
"Saat ini sebagian orang masih menolak, tetapi kita tidak tahu apa yang terjadi beberapa tahun lagi. Seperti saat percobaan bayi tabung dimulai, terjadi perlawanan sangat tinggi. Tetapi, kini bayi tabung tidak dipersoalkan lagi," urai Sangkot.
"Namun, jika kloning manusia dilakukan secara massal untuk kepentingan politik atau ekonomi, atau untuk membuat manusia unggul yang dapat memperbesar kesenjangan antarmanusia, hal itu pasti tidak disetujui, kecuali oleh segelintir manusia yang 'gila'," sambungnya.
Menurut Sangkot, dalam ilmu pengetahuan dan teknologi orang tidak boleh berpikir bahwa suatu teknologi tidak boleh dikembangkan karena ada potensi bahaya, jika masih banyak manfaat lain bagi umat manusia. Di sinilah pentingnya komisi etika, untuk menyeimbangkan antara keuntungan bagi umat manusia dengan aspek etika serta risiko bagi manusia.
Bagi Komaruddin, kloning tidak masalah, selama digunakan untuk membantu suami istri dan janin tumbuh dalam rahim yang dipenuhi kasih sayang serta ada ikatan emosi. "Sel penumbuh kehidupan tidak hanya dari sel reproduksi, bisa saja dari sel tubuh lain. Dalam kitab suci dikatakan, seluruh sel tubuh berasal dari sari pati tanah. Dipandang dari asalnya, tidak berbeda. Yang jadi masalah, apakah proses dan produk kloning sudah teruji. Sejauh ini tampaknya masih banyak masalah," jelasnya.
Komaruddin tegas menolak kloning untuk produksi massal. Karena, tidak melibatkan dimensi emosi spiritual, dikhawatirkan akan terjadi distorsi kemanusiaan. Manusia yang dihasilkan dingin, tanpa emosi, seperti mesin. Ia juga menolak upaya membuat manusia unggul, karena hal itu akan menimbulkan rasialisme dan merusak keseimbangan alam.
Pengembangan teknologi yang butuh biaya besar dinilai tidak etis jika merampas hak orang lain untuk menikmati kekayaan dunia. Dalam hal ini etika penting agar pengembangan ilmu pengetahuan tidak melupakan misi kemanusiaan. Jika tidak meningkatkan kesejahteraan manusia, sebaiknya tidak dilakukan.
Sebaliknya, Bertens dengan tegas menolak. "Kloning reproduksi selain bertentangan dengan martabat manusia juga kemungkinan besar menghasilkan manusia yang cacat sekali. Agama melihat reproduksi dan seksualitas, sebagai dimaksudkan oleh Tuhan, tidak berhak dilakukan manusia. Hal itu menyimpang dari rencana Tuhan," tuturnya. (Atika Walujani M)




© 2006 EDUCATION | Blogger Templates by GeckoandFly.
No part of the content or the blog may be reproduced without prior written permission.
Learn how to make money online | First Aid and Health Information at Medical Health